Humas IAIN Parepare --- Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare memperingati Hari Santri Nasional tahun 2019 dengan melaksanakan beberapa rangkaian kegiatan. Salah satunya, kegiatan Zikir Doa dan Tauziah yang digelar di Masjid al- Washilah IAIN Parepare, Senin, 22/10/2019.
Kegiatan ini diikuti secara hikmat oleh ratusan civitas kampus, baik pimpinan institut, fakultas, dosen, pegawai dan mahasiswa. Ada tiga rangkaian acara dalam kegiatan ini, yaitu tauziah kebangsaan oleh Dr. KH. Agus Muchsin, sambutan Rektor dan ditutup dengan acara zikir dan doa yang dibawakan oleh tim zikir dari maha santri Ma'had al- Jamiyah IAIN Parepare.
Rektor IAIN Parepare, Ahmad S. Rustan menyampaikan banyak pandangannya terkait eksistensi Santri dan perkembangannya di Indonesia. Dalam arti yang sempit, Ahmad S. Rustan menyebutkan istilah santri mula-mula digunakan oleh orang-orang hindu dengan istilah "sastri". Namun perkembangan berikutnya, para ulama Islam mendirikan pondok pesantren, maka yang belajar di pesantren itu lah yang disebut santri, yaitu orang yang belajar ilmu agama.
Ahmad S. Rustan menyebut pengertian di atas sangat sempit dan sudah saatnya memperluas makna santri yang sebenarnya. Yaitu orang yang haus belajar dan menuntut ilmu agama. Siapa pun yang menuntut ilmu agama, maka bisa disebut santri. Bahkan Ahmad S. Rustan optimis bahwa pada masa depan, kata santri akan menjadi istilah umum yang dipergunakan di lembaga pendidikan menggantikan kata pelajar, siswa, dan murid yang dikenal hari ini.
Rektor juga menyebutkan bahwa hari santri adalah khas Indonesia. Santri hanya ada di Indonesia, tidak ada di negara lain, termasuk di negara-negara Arab. Mengapa istilah santri dicetuskan? Itu karena santri yang menuntut ilmu di pesantren memiliki karakter yang sangat kuat dalam menuntut ilmu pengetahuan agama.
Menurut Rektor, saat sekarang ini banyak kelompok dan aliran ingin menghapus sejarah dan budaya Islam di Indonesia. Contohnya ada aliran yang mengatakan bahwa sejarah walisongo adalah fiksi. Ada yang ingin membolak balik sejarah agar umat Islam pada masa datang akan kehilangan kepercayaan terhadap sejarahnya.
Dalam pengamatan Rektor, kelompok-kelompok ini, ingin menghilangkan atau menghapus pelajaran Islam yang diajarkan oleh para ustas dan ulama terdahulu. Pada hal, kelompok ini hanya belajar agama dari pengajian dan satu guru saja. Lalu mereka menyalahkan, mengharamkan, atau mengkafirkan ajaran-ajaran yang sudah lama dipelajari dalam masyarakat.
Oleh karenanya, Rektor berpesan agar santri yang belajar agama harus memperjelas sumber ilmunya, siapa dan dari mana gurunya. Jangan belajar agama hanya melalui satu kajian saja. Lalu mempercayai dan ekstrim terhadap satu guru dan menganggap guru lain salah. Lalu Ilmunya saja yang dianggap benar dan yang lainnya salah. Jika yang demikian ini terus belanjut dan dibiarkan maka rektor yakin suatu saat, Islam di Indonesia akan terbagi dalam berbagai firkah, akan pecah dan saling bermusuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar