Humas IAIN Parepare --- Salah satu kandidat Doktor bernama Abdul Aziz dengan hasil disertasinya tiba-tiba menghentak masyarakat Indonesia. Mahasiswa program doktor Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini viral dan ramai dibicarakan menyusul hasil disertasinya yang berjudul Konsep Milk al- Yamin Muhammad Syahrur Sebagai Keabsahan Hubungan Seks Non-Marital.
Disertasi ini menuai kontroversi setelah awak media ramai memberitakan hasil riset ini sebagai rujukan legalisasi sahnya hubungan seks diluar nikah. Berbagai tanggapan dan penolakan bermunculan, khususnya dari kalangan akademisi di kampus. Tak terkecuali para dosen di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare. Mereka tertarik dan terpancing mendiskusikan tema yang lagi marak tersebut.
Dalam 2 hari terakhir, diskusi hangat terkait disertasi Abdul Aziz ini berlangsung seru dan menarik di grup whatshapp "Akademia IAIN Parepare". Ada beberapa dosen yang memotori diskusi tersebut, diantaranya Budiman Sulaiman, S.H., M.H.I., H. Islamul Haq, Lc., M.Ag., Dr. H. Muhiddin Bakry, Lc., M. Ag., dan Drs. Nurkidam, M. Si. Mereka membincang konsep Milk al- Yamin Muhammad Syahrur yang melegalkan hubungan seks di luar nikah dari berberbagai perspektif.
Pada awal diskusi, Islamul Haq mengetengahkan kesimpulan disertasi milik Abdul Aziz. Dalam kesimpulan disertasinya, Abdul Aziz menuliskan bahwa konsep milk al-yamin Muhammad Syahrur merupakan sebuah teori baru yang dapat dijadikan sebagai justifikasi terhadap keabsahan hubungan seksual non- marital. Dengan teori ini, maka hubungan seksual non- marital adalah sah menurut syariat sebagaimana sahnya hubungan seksual marital.
Konsep ini menawarkan akses hubungan seksual yang lebih luas dibanding dengan konsep milk al-yamin tradisionalis. Namun, ditinjau dari perspektif emansipatoris, ekstensitas akses seksual dalam konsep ini masih tampak timpang, karenanya dapat dinikmati olehlaki-laki sementara bagi perempuan cenderung stanan. Kontribusi yang diperloleh dari penelitian ini adalah dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan hukum Islam, khususnya terkait seksualitas manusia (fiqh seksual). Di samping itu, peneltian ini juga dapat menjadi dasar untuk melakukan pembaruan hukum perdata dan pidana Islam.
Kesimpulan disertasi ini dikritisi Islamul Haq. Menurut pakar hukum Islam jembolan Universitas al- Azhar Mesir ini, rujukan pustaka yang digunakan Abdul Aziz dalam mengkaji konsep Muhammad Syahrur agak keliru, karena hanya merujuk pada buku-buku yang pro terhadap pemikiran tersebut dan tidak menggunakan rujukan yang kritis terhadap pemikiran Muhammad Syahrur. Abdul Aziz sebagai peneliti terjebak hanya mengamini dan menerima konsep Milk al- Yamin Muhammad Syarur secara sepihak. Ismaul Haq mengkhawatirkan jika konsep ini diframing oleh media akan membahayakan. "Bisa saja anak-anak kita menghalalkan seks", tulis Islamul Haq.
Sementara Budiman Sulaiman meng- upload naskah pers release dari pihak Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga yang merilis pendapat dan koreksi tim promotor dan penguji disertasi Abdul Aziz. Wakil Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Islam ini mengawali penilaiannya dari sosok Abdul Aziz sebagai penulis artikel populis di media, yang banyak membahas topik munakahat dan bahkan secara spesifik tentang al- muharamat.
Ditanya soal kesimpulan disertasi tersebut, Budiman secara diplomatis menjawab jika tim promotor dan penguji meloloskan, maka yang bersangkutan menjadi doktor. Sebagai hasil riset, secara implisit Budiman menilai disertasi ini dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan hukum Islam, khususnya terkait seksualitas manusia (fiqh seksual). Meski membenarkan bahaya hasil disertasi ini terhadap persepsi anak-anak tentang kehalalan seks, tetapi Budiman menyimpulkan bahwa disertasi tersebut bukan menganjurkan apa lagi memprovokasi. "Syahrur hanya melihat dari aspek seksualitas, sementara Abdul Aziz perspektif kemanusiaan. Itu pun bukan melegalitas prostitusi".
Lebih jauh, Budiman menilai ada kesamaan Muhammad Syahrur dan Abdul Aziz. Keduanya ingin menjadikan al- Quran sebagai basis moral-teologis untuk menyelesaikan problem-problem kontemporer. Hasil risetnya adalah produk pemikiran tafsir yang mesti menjadi basis transformasi dan solusi bagi problem sosial keagamaan masyarakat kontemporer. "Negara kita butuh penafsir beraliran reformis-moderat. Bukan tradisionalis-konservatif apa lagi penafsir beraliran progresif-sekularis. Kita butuh Quraish Shihab baru", tulis alumni MANPK ini.
Tanggapan menarik lainnya, dikemukakan salah satu jembolan al- Azhar lainnya, yaitu Muhiddin Bakry. Ketua Prodi Sosiologi Agama ini menilai lebih kritis terhadap pemikiran Syahrur. Menurutnya, Hermeneutika al- Quran Syahrur terlihat dominan menggunakan teori hermeneutika Paul Ricoeur. Teori ini menggiring untuk melakukan dekontekstualisasi ketika teks berlepas dari cakrawala intens yang terbatas dari pengarangnya. Ataukah membuka teks dibaca secara luas dengan pembaca beragam atau terekontekstualisasi. "Artinya, Syahrur anti otoritas (muktabar) keilmuan, sehingga sesuatu yang qath'i bisa jadi zhanni (asumtif) dan begitu sebaliknya," tulis Muhiddin.
Doktor bidang pemikiran Islam ini mengakui jika pemikiran selevel Syahrur selalu merangsang untuk dikaji karena pendekatannya merujuk pada filsafat dan hermeneutika. Lebih lanjut Muhiddin menuliskan, jika ditinjau dari sosiologi umum konsep Abdul Aziz tidak bermasalah. Para pecandu hedonisme akan merujuknya, karena mereka beranggapan masalah seks adalah hak azazi manusia. Sebaliknya dalam tinjauan agama, khususnya agama Islam konsep ini pasti bermasalah. Dalam perspektif ini, Muhiddin menilai hasil disertasi tersebut bermasalah.
Pendapat yang lebih kritis datang dari Nurkidam. Sepanjang diskusi via whatshapp ini, Ketua Prodi Sejarah Kebudayaan Islam ini sangat kritis dan mencurigai penulis disertasi ini memiliki misi lain, selain dari kepentingan riset. Bahkan Nurkidam mengusulkan perlunya meneliti asal usul Muhammad Syahrur. Dia curiga pemikiran Syahrur dipengaruhi gaya hidup tanpa nikah dan sebagai pengagung kehidupan barat. Nurkidam secara tegas berkesimpulan bahwa pemikiran Muhammad Syahrur dalam disertasi Abdul Aziz tidak relevan dan melanggar nilai budaya dan moral bangsa Indonesia.
Selain pendisuksi di atas, disuksi via grup whatshapp ini melibatkan banyak dosen lainnya, yang pendapatnya tidak terangkum dalam diskusi menarik ini. Diantaranya, Rusnaenah Amin, Ali Halidin, Nahrul Hayat, Muh. Ismail, Badruzzaman, Muh. Ali Rusdi, Haramain, dan lain-lain. Saat berita ini dirilis, diskusi tentang tema masih berlangsung dan semakin menarik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar